PEMBERDAYAAN DAN
KINERJA APARATUR
PEMERINTAHAN
Diajukan Untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah
Pengantar Ilmu Pemerintahan
Oleh:
Dede Irawan
(NPM
41183506110008)
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM “45”
BEKASI
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Paradigma penyelenggaraan pemerintahan telah mengalami
pergeseran, dari paradigma rule government menjadi good government.
Dalam rangka mencapai good government maka yang dibutuhkan adalah pemberdayaan
aparatur sehingga aparatur memiliki kemampuan yang sesuai dengan bidang
tugasnya. Walau bagaimanapun juga seorang aparatur yang merupakan bagian dari
masyarakat harus bisa menjadi agen perubahan (agent of change) sekaligus
pendukung utama dalam penyelenggaraan negara. Agar dapat menjalankan fungsi penyelenggaraan
negara maka yang dibutuhkan adalah pemberdayaan pegawai. Pemberdayaan pegawai
adalah usaha-usaha atau upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan,
memotivasi, dan membangkitkan kesadaran atas potensi yang dimiliki oleh setiap aparatur,
serta usaha-usaha nyata untuk mengembangkannya, dengan harapan apabila hal ini dapat
diwujudkan, maka pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya akan lebih optimal.
Pemberdayaan merupakan alat yang penting untuk memperbaiki kinerja
pegawai sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat berjalan
sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Makmur (2003
: 45) yang menyatakan bahwa keuntungan utama adanya upaya pemberdayaan adalah
peningkatan kinerja dan hasil semakin besar pula karena setiap anggota
masyarakat dan aparatur pemerintah merasa memiliki rasa tanggungjawab. Karena
itu, dengan pemberdayaan, pegawai yang merasa diberdayakan akan dapat meningkatkan
kepribadian, prestasi kerja serta dapat meningkatkan disiplin kerja yang
tinggi. Hal ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Nisjar (dalam
Sedarmayanti, 2003 :146), bahwa pemberdayaan dapat dilakukan melalui
pendelegasian wewenang, pemberian wewenang, sehingga diharapkan orang lebih fleksibel,
efektif, inovatif, kreatif, etos kerja tinggi yang pada akhirnya produktivitas
organisasi menjadi meningkat.
B.
Perumusan Masalah
1.
Apa
pengertian sebenarnya dari pembudayaan dan kinerja?
2.
Jelaskan
pemberdayaan dan kinerja aparatur?
3.
Sebutkan
pemberdayaan dalam aparatur pemerintahan?
BAB II
PENGERTIAN PEMBUDAYAAN DAN KINERJANYA
A.
Pengertian
Pemberdayaan
Pemberdayaan berasal dari kata empowering, asal katanya
adalah power yang artinya control, authority, dominion. Awalan emp
artinya to put on to atau to cover with jelasnya more
power. Jadi empowering is passing on authority and responsibility yaitu
lebih berdaya dari sebelumnya dalam arti wewenang dan tanggungjawabnya
termasuk kemampuan individual yang dimilikinya. Dari penjelasan ini
jelaslah bahwa pemberdayaan adalah suatu konsep yang mengandung makna perubahan
yang terjadi pada diri seseorang atau dengan kata lain pemberdayaan bertujuan
mengangkat harga diri seseorang, dimana dalam kesehari-hariannya dalam
melakukan pekerjaan tidak lagi ketergantungan dengan pimpinan serta
memiliki kewenangan dalam melaksanakan tugasnya.
Hal ini ada hubungannya dengan profesionalisme yang pada awalnya
selalu dimiliki oleh individu. Oleh karenanya empowerment terjadi
manakala “when power goes to employees who then experience a sence of
ownership and control over” (Brown dalam Hendrayady, 2006:32) yang maknanya
adalah peningkatan tanggungjawab pegawai. “Empowered individuals know
that their jobs belong to them. Given a say in how things are done, employees
feel more responsible. When they feel responsible, they show more initiative in
their work, get more done, and enjoy their work more” (William dalam
Hendrayady, 2006:32). Maknanya apabila pegawai merasa bertanggungjawab maka
mereka akan menunjukkan lebih mempunyai inisiatif, hasil pekerjaannya lebih
banyak dan mereka akan lebih menikmati pekerjaannya. Dengan demikian makna dari
pemberdayaan menurut penulis adalah memberikan kewenangan penuh kepada
seseorang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki untuk melakukan tugas dan
fungsinya secara bertanggungjawab.
Untuk memperoleh hasil yang optimal mengenai pemberdayaan
menurut Handoko dan Tjiptono (dalam Said, 2003: 22), dibutuhkan lima strategi
sebagai berikut :
1.
No
Discretion,
menggambarkan tugas yang sangat rutin dan repetitif. Pegawai tidak ikut merancang
pekerjaan. Pemantauannya pun diserahkan kepada orang lain. Dengan
demikian, tidak terdapat wewenang pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan job content dan job context.
2.
Task
Setting, yaitu
pegawai diberikan tanggung jawab penuh terhadap keputusan atas job content dan
sedikit tanggung jawab atas job context. Pegawai diberdayakan dalam
membuat keputusan mengenai cara terbaik untuk merampungkan tugas yang
diberikan. Dalam hal ini manajemen menetapkan misi dan tujuan, sedangkan
pegawai diberdayakan untuk mengupayakan cara terbaik untuk mewujudkannya.
3.
Participatory
Empowerment, dimana
pegawai dilibatkan dalam sebagian pengambilan
keputusan atas job content maupun job context.
Mereka dilibatkan dalam identifikasi masalah, pengembangan alternatif, dan
rekomendasi alternatif dalam job content. Mereka juga dilibatkan untuk
aktivitas yang sama di dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan job
context.
4.
Mission
Defining, dimana
pegawai diberdayakan untuk memutuskan job context saja.
5.
Self-Management, yaitu memberikan wewenang punuh
kepada para pegawai untuk
mengambil keputusan mengenai job content dan job
context. Untuk itu dibutuhkan
kepercayaan atas kemampuan pegawai untuk menggunakan empowerment
tersebut guna meningkatkan efektivitas organisasi, dilain pihak diperlukan
pula keterlibatan tinggi dari para pegawai dalam pengembangan misi dan tujuan
organisasi.
B.
Pengertian Kinerja
Kata kinerja dalam konteks organisasi dapat dilihat secara
variatif, Prawirosentono seperti dikutif oleh Widodo (1997:82) menyatakan bahwa
:
“kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang
bersagkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan
etika.”
Menurut Lembaga Administrasi Negara (1982) dalam Ensiklopedia
Administrasi mengartikan kinerja sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan, program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, misi, dan visi organisasi. Kinerja organisasi juga dimaknai sebagai
kemampuan organisasi untuk meraih
tujuannya melalui pemakaian sumber daya secara efisien dan efektif
(Daft, 2002:15), sementara menurut Callahan (2003:19) kinerja organisasi
menggambarkan sampai seberapa jauh suatu organisasi dapat mencapai hasil
setelah dibandingkan dengan kinerja terdahulu, dengan organisasi lain (benchmarking), termasuk sampai seberapa
jauh meraih tujuan dan target yang telah ditentukan.
C.
Pemberdayaan
Dan Kinerja Aparatur
Dalam kaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemberdayaan
aparatur yang semakin baik akan meningkatkan kinerja aparatur. Hal ini sesuai
dengan 6 manfaat dari pemberdayaan :
1. Meningkatkan
kualitas, inovasi, loyalitas, rasa berprestasi dan produktivitas pegawai.
2. Meningkatkan
kreativitas dan komitmen para pegawai.
3. Salah
satu aspek penting bagi keberhasilan masa transisi dari organisasi birokratik
ke
organisasi yang berdasarkan tim.
4. Meningkatkan
pelayanan kepada pelanggan.
5. Alat
penting untuk memperbaiki kinerja melalui penyebaran pembuatan keputusan dan tanggung
jawab karena mendorong keterlibatan para pegawai.
6. Dapat
menyadarkan, mendukung, mendorong, dan membantu mengembangkan potensi yang
terdapat pada diri individu sehingga menjadi manusia mandiri tetapi tetap
berkepribadian.
Untuk mewujudkan pemberdayaan aparatur guna meningkatkan kinerja
organisasi menurut Said (2003:23-25), perlu diterapkan suatu solusi etika bekerja
dan nilai dalam kepegawaian dengan pendekatan 6 dasar sebagai berikut :
1. Nilai
Dasar Personal (Basic Personal Values) yang meliputi :
a. Kepercayaan;
kecurigaan antara sesama pegawai, dalam segala aspek perlu dihilangkan, sehingga
dapat menciptakan sinergi dalam melakukan pekerjaan.
b. Bertanggungjawab;
karena rasa saling curiga tidak ada lagi diantara pegawai, sehingga memungkinkan
semua pegawai merasa memiliki, sekaligus merasa bertanggungjawab terhadap semua
kegiatan organisasi.
c. Bersungguh-sungguh;
pegawai dalam menghadapi tugas dan tanggungjawab yang diembannya,
bersungguh-sungguh untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi.
d. Pengabdian;
dalam aspek pengabdian disini karena semua pegawai merasa
diberdayakan; maka tugas-tugas yang diberikan dijadikan sebagai
suatu tugas pengabdian yang menuntut pengorbanan.
e. Ketertiban;
dalam ketertiban disini segala penugasan yang diberikan secara tertib dilaksanakan
dengan penuh tanggungjawab.
f. Bekerjasama;
setiap permasalahan yang terjadi selalu dilaksanakan secara bersamasama tanpa
sesuatu beban yang berlainan dan perlakuan dan pengakuan yang khusus dari hasil
yang dicapai.
g. Bersih
Diri; karena adanya kerjasama yang baik diantara pegawai, memungkinkan saling mengawasi
satu sama lain guna menciptakan pemerintahan yang bersih.
h. Rajin
atau Tekun; karena merasa memiliki sikap kerajinan menjadi sesuatu kebutuhan setiap
pegawai.
i. Lemah
Lembut; nampak keramah tamahan dalam memberikan pelayanan.
2. Nilai
yang Berfokus pada Kebiasaan (Custome-Focussed Values) meliputi :
a. Mulia;
dalam melakukan aktivitasnya menunjukkan pegawai yang patut dihargai, karena dalam
bekerja selalu menjaga konsistensi tindakan yang dilakukan.
b. Sabar;
dalam memberikan pelayanan maupun dalam menghadapi permasalahan selalu mengutamakan
kesabaran daripada emosional yang tidak mencerminkan sebagai pegawai.
c. Sopan;
dalam berkomunikasi dengan orang lain selalu menjaga tatakrama
d. Ramah;
rasa bersahabat diantara sesama pegawai maupun terhadap orang yang dilayani.
3. Nilai
Kepemimpinan (Leadership Values) yang meliputi :
a. Adil;
dalam membuat keputusan selalu berusaha menciptakan rasa adil diantara sesame pegawai
tanpa adanya kesan diskriminasi.
b. Berani;
tegas dan tanpa ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
c. Bersedia
Menerima; menghargai setiap pendapat pegawai yang ada dalam lingkungannya
maupun yang dilingkungan organisasinya.
4. Nilai
Profesional (Professional Values) yang meliputi :
a. Pengetahuan;
memiliki wawasan yang luas untuk mempertimbangkan segala aspek dalam menentukan
kebijakan.
b. Memiliki
Daya Cipta; selalu berusaha untuk dapat menciptakan sesuatu dan sekaligus mendorong
setiap pegawai untuk menemukan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi organisasi.
c. Pembaharuan;
tidak terikat terhadap sesuatu yang biasanya yang menurut perkembangan tidak
sesuai lagi untuk diterapkan.
d. Kejujuran
Intelektual; tidak mengakui terhadap sesuatu ia ciptakan menurut pikirannya adalah
hasil ciptaan dari orang lain.
e. Bertanggung
jawab; terhadap setiap masalah yang dihadapi selalu dipertanggungjawabkan tanpa
harus meminta orang lain untuk bertanggungjawab.
f. Tidak
Memihak; dalam menyelesaikan permasalahan tidak berdiri disalah satu pihak.
5. Nilai
Kualitas dan Produktivitas (Productivity/Quality Values) :
a. Berproduksi;
hasil yang dicapai selalu dapat dimanfaatkan oleh orang lain.
b. Berkualitas;
hasil yang dimanfaatkan orang lain tersebut sekaligus berkualitas.
6. Nilai
Umum (Universal Values) :
a. Berterima
Kasih; menyampaikan suatu penghargaan terhadap siapa saja yang diketahui berhasil.
b. Kepercayaan;
selalu memberikan penugasan kepada siapa saja yang memiliki kompetensi tanpa
harus mencurigai.
c. Bertaqwa
Kepada Tuhan; saling meyakinkan satu sama lain bahwa segala seuatu yang dicapai
itu adalah berkat kekuasaan Tuhan, dan berusaha menghindari segala perbuatan yang
tercela.
Dengan menerapkan nilai-nilai dasar tersebut, maka pemberdayaan
aparatur dapat
diwujudkan.
Dengan demikian kekuasaan-kekuasaan yang menjadi penghalang dan menjadi
tantangan
dalam suatu pemberdayaan dapat dihilangkan.
Sedangkan fenomena yang mencuat selama ini dari kinerja
birokrasi di Indonesia adalah :
1. Cenderung
lamban, kaku, kegemukan sehingga produktivitas rendah.
2. Bersifat
feodal, patrimonial, dan tradisional.
3. Cenderung
berbau kolusi, korupsi, dan nepotisme serta berbagai bentuk penyalahgunaan wewenang
lainnya.
4.
Masih sering terjadi overlapping dalam tugas dan fungsi serta program
karena birokrasi tidak mempunyai struktur dan fungsi yang jelas.
5. Mutu
pelayanan kurang optimal.
6. Prosedur
kerja masih berbelit-belit.
7. Mekanisme kerja yang tidak efisien dan
tidak efektif karena secara administratif tidak menumbuhkan the right man on
the right place.
D.
Pemberdayaan
Aparatur Pemerintah
Pemberdayaan aparatur pemerintah merupakan suatu sistem, karena
memiliki berbagai komponen yang saling berkaitan dan mempengaruhi antara
komponen yang satu dengan komponen yang lain untuk menciptakan suatu output.
Keterkaitan antar komponen dalam sistem pemberdayaan aparatur dapat digambarkan
dalam model, sebagai berikut :
Sumber
: Winardi (dalam Makmur, 2003:47).
Komponen input dalam sistem pemberdayaan aparatur pemerintah
tidak berdiri sendiri tetapi merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan
antara satu dengan yang lainnya. Komponen proses dalam sistem pemberdayaan
aparatur pemerintah meliputi perangkat lunak dan perangkat keras, dimana
komponen ini diolah sehingga dapat berfungsi sebagai alat kontrol dan alat pelengkap
dalam kegiatan proses pemberdayaan aparatur pemerintah. Komponen output adalah
merupakan hasil dari kegiatan proses yang meliputi output mind (knowledge,
sciences & skill) dan output material (barang, bangunan, konsep
kebijakan). Sedangkan komponen outcome adalah komponen dari hasil output
yang melepaskan diri dari keterkaitan dengan komponen lainnya. Wujud outcome
ini cenderung bersifat output yang nyata. Dan yang terakhir adalah
komponen umpan balik yang merupakan komponen hasil dari output yang
terkait dengan komponen lainnya sehingga keberadaannya dalam suatu sistem
kembali kepada input. Komponen dari umpan balik ini wujudnya lebih cenderung
bersifat output yang tidak nyata.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa aparatur pemerintah
perlu dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan yang menunjang dalam
melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya.
Hanya saja yang harus diingat bahwa potensi yang dimiliki setiap aparatur tentunya
berbeda satu dengan lainnya, dan potensi itu dapat diarahkan dan dikembangkan.
Agar dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan maka aparatur harus diberikan
kesempatan dan dimampukan untuk melakukannya.
Namun yang perlu diingat bahwa didalam implementasinya,
pemberdayaan aparatur perlu dibarengi oleh dukungan baik dari pimpinan maupun
dukungan organisasi sebagai upaya sehingga proses pemberdayaan dapat dilakukan.
Oleh karena itu penulis sependapat dengan apa yang dikemukakan oleh Winarty
(2003:54-60), bahwa langkah-langkah yang diperlukan dalam pemberdayaan aparatur
pemerintah pada dasarnya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Dukungan
dari pimpinan. Maksudnya adalah seorang pimpinan berkewajiban untuk menggali, menyalurkan,
membina serta mengembangkan potensi pegawainya.
2. Pendelegasian.
Pemberdayaan erat kaitannya dengan pendelegasian, oleh karena itu pendelegasian
wewenang hendaknya diarahkan agar bawahan mempunyai inisiatif dalam pengambilan
keputusan.
3. Bimbingan.
Pimpinan sebagai fasilitator dan organisator diharapkan mampu memberikan bimbingan
dan pengarahan kepada bawahannya dalam mengembangkan kemampuan dan pengetahuan
yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya.
4. Kemampuan
sistem informasi. Tersedianya informasi yang lengkap akan mempermudah pegawai
dalam pelaksanaan pekerjaannya. Semakin lengkap sistem informasi yang tersedia akan
sangat membantu dalam proses pengambilan keputusan.
5. Dukungan
dari organisasi. Organisasi dalam hal ini menyediakan fasilitas yang diperlukan
dalam hal pelaksanaan pekerjaan. Baik itu kegiatan diklat, maupun dalam hal penghargaan
kepada pegawai, bisa dalam bentuk promosi, mutasi untuk menghindari kejenuhan,
serta penempatan pegawai pada jabatan/pekerjaan yang tepat.
6. Kinerja
organisasi publik. Cara termudah dalam mengukur kinerja sektor publik adalah
dengan kriteria efisiensi dan efektivitas.
7. Kebutuhan
Learning and Growth bagi aparatur. Organisasi yang mampu bertahan dimasa
depan adalah organisasi yang melakukan proses learning dengan baik. Oleh
karena itu dituntut upaya yang sungguh-sungguh dari apaatur untuk meningkatkan
kemampuan yang dimilikinya.
8. Kepuasan
Pegawai. Tingkat kepuasan kerja pegawai dapat menunjukkan suatu keadaan emosional
yang menyenangkan dengan mana apartur memandang pekerjaan mereka. Sikap ini
dicerminkan oleh moral, disiplin kerja, dan prestasi kerja pegawai.
9. Motivasi.
Kondisi ini tercermin dari banyaknya saran yang disampaikan aparatur, banyaknya
saran yang dilaksanakan/direalisasikan, banyaknya saran yang berhasil guna,
serta banyaknya aparatur yang mengetahui dan mengerti visi dan misi organisasi.
BAB III
SIMPULAN
Aparatur pemerintah sebagai sumber utama dalam pelaksanaan
pelayanan kepada public perlu diberikan peningkatan kemampuan dan memampukan
aparatur sehingga dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawab mereka dengan baik.
Apalagi kebutuhan pelayanan masyarakat saat ini meningkat dengan cepat sejalan
dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi.
Namun semua itu dibutuhkan adanya pemberdayaan aparatur
pemerintah, yang bukan saja harus tetapi sudah sangat krusial. Pemberdayaan
aparatur pemerintah ini hanya akan wujud bila ada dukungan dari pimpinan, dan
juga dukungan dari organisasi.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Buku
Makmur. “Pemberdayaan Aparatur Pemerintah dalam Masyarakat”, dalam
Jurnal Ilmiah Good Governance Vol. 2 No. 1, Maret Tahun 2003, Jakarta,
STIA-LAN, 2003
Said, Ismail. “Tantangan Sumber Daya Aparatur”, dalam
Jurnal Ilmiah Good Governance Vol. 2 No. 1, Maret Tahun 2003, Jakarta,
STIA-LAN. 2003
Sedarmayanti. “Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik)
dalam rangka Otonomi Daerah : Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien
melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan”, Bandung, CV. Mandar Maju, 2003
No comments:
Post a Comment