SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA SEBELUM AMANDEMEN
UNDANG-UNDANG DASAR 1945
PAPER
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata
Kuliah Sistem Pemerintahan Indonesia
Oleh:
Dede
Irawan (NPM 41183506110008)
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM “45 BEKASI
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah SWT karena atas karuniaNya saya dapat menyelesaikan Paper ini dengan tema
“Sistem Pemerintahan Indonesia”. Paper ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sistem Pemerintahan Indonesia. Selain itu juga untuk memberikan
informasi atau gambaran umum mengenai Sistem Pemerintahan Indonesia. Pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada dosen pembimbing Bapak Yanto Supriyanto, Drs, M. Si selaku dosen
mata kuliah Sistem Pemerintahan Indonesia.
Sayapun menyadari bahwa
Paper ini masih banyak kekurangannya dan perlu disempurnakan. Oleh karena itu,
dengan kerendahan hati saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.
Besar harapan, semoga Paper ini bermanfaat bagi saya dan para pembaca untuk
memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai Sistem
Pemerintahan Indonesia.
Bekasi,
Januari 2013
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jati diri suatu bangsa bukan saja dapat kita lihat dari
bagaimana karakter pokok dari para warga bangsa, tetapi juga dari pilihan
ideologi dan sistem pemerintahan yang dipilih oleh bangsa tersebut. Topik yang
hendak saya bahas pada makalah ini adalah Sistem Pemerintahan Indonesia. Masalah
sistem pemerintahan tersebut saya pandang perlu kita wacanakan kembali karena
selama ini pemahaman kita tentang bentuk dan susunan pemerintahan negara
hanyalah didasarkan pada sumber-sumber sejarah yang diragukan keotentikannya.
Sistem pemerintahan mempunyai sistem
dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara
sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap
memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai
fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu
pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu
akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk
memprotes hal
hal tersebut.
Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai
sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara
dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal
dari rakyatnya itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1.
Mengidentifikasi
Sistem Pemerintahan Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945?
2.
Mengidentifikasi
masa
berlaku Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 (27 Desember 1949-17 Agustus
1950)
3.
Mengidentifikasi
masa
berlaku Undang-undang Dasar Sementara 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)
4.
Mengidentifikasi masa berlaku kembali
UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli
1959
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sistem Pemerintahan Indonesia
Sebelum Amandemen UUD 1945
Sistem pemerintahan
merupakan salah satu pokok pembahasan yang diperdebatkan pada sidang yang
dilakukan pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 dan 10-17 Juli 1945. Dalam sidang tanggal 31 Mei 1945 terdapat
banyak gagasan yang diajukan, dan
pidato Soepomo termasuk mendapat paling banyak perhatian karena gagasan yang
disampaikan dalam pidato tersebut berkaitan dengan gagasan negara
integralistik. Dalam pidatonya Soepomo mengkehendaki adanya suatu jaminan bagi
pimpinan negara terutama Kepala Negara terus
menerus bersatu dengan rakyat dan untuk menguatkan pendapat itu Soepomo
menghendaki susunan pemerintahan Indonesia harus dibentuk sistem badan
permusyawaratan.
Pada rapat 1 Juni 1945,
dengan alasan kapitalisme yang merajalela Soekarno secara implisit menolak
lembaga legislatif seperti Amerika
Serikat. Walaupun Soekarno mengkritik demokrasi model lembaga legislatif di
Amerika Serikat, namun bukan berarti Soekarno setuju dengan praktik sistem
pemerintahan parlementer.
Dalam Rapat Besar saat menyampaikan susunan kekuasaan
pemerintahan pada tanggal 15 Juli 1945, Muh.Yamin mengusulkan agar kementrian
baik secara keseluruhan maupun perorangan bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan. Walaupun cenderung menolak sistem pemerintahan parlementer, anggota
BPUPK tidak menemukan pembahasan yang
secara eksplisit untuk menerima sistem pemerintahan presidensial. Pandangan
yang ditemukan dalam rapat tersebut ialah bahwa bangsa Indonesia merdeka
memerlukan pembentukan pemerintah yang kuat. Atau dengan kata lain stabilitas
merupakan syarat mutlak untuk membangun sebuah negara baru. Bahkan ketika
menyampaikan kesempatan tentang rancangan bentuk pemerintahan dalam rancangan
undang-undang dasar pada 15 Juli 1945, Soepomo menjelaskan bahwa sistem
pemerintahan yang ditegaskan dalam rancangan undang-undang dasar adalah sistem
pemerintahan yang memberikan dominasi kekuasaan negara kepada pemerintah,
terutama kepada Kepala Negara, pertanggungjawaban dan pemusatan kekuasaan
berada di tangan Kepala Negara. Maka pada tanggal 18 Agustus 1945, sistem
pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan Republik Indonesia
disahkan oleh PPKI. Ada empat alasan pokok yang dijadikan referensi oleh para
pendiri bangsa dan pembentuk monstitusi memilih sistem pemerintahan
presidensial, yaitu :
1)
Indonesia memerlukan kepemimpinan yang
kuat, stabil, dan efektif untuk menjamin keberlangsungan eksistensi negara
Indonesia yang baru diproklamasikan. Para pendiri bangsa meyakini bahwa model kepemimpinan
negara yang kuat dan efektif hanya dapat
diciptakan dengan memilih sistem pemerintahan presidensial dimana presiden
tidak hanya berfungsi sebagai kepala negara tetapi, sekaligus sebagai kepala
pemerintahan.
2)
Karena alasan teoritis yaitu alasan yang terkait dengan cita negara (staatsidee)
terutama cita negara integralistik pada saat pembahasan UUD 1945 dalam sidang
BPUPK. Sistem pemerintahan presidensial diyakini amat kompatibel dengan paham
negara integralistik.
3) Pada awal kemerdekaan presiden diberi
kekuasaan penuh untuk melaksanakan kewenangan-kewenangan DPR, MPR, dan DPA.
Pilihan pada sistem presidensial dianggap tepat dalam melaksanakan kewenangan
yang luar biasa itu. Tambah lagi, dengan sistem presidensial, presiden dapat
bertindak lebih cepat dalam mengatasi
masalah-masalah kenegaraan pada masa teransisi.
4) Merupakan simbol perlawananan atas segala
bentuk penjajahan karena sistem parlementer dianggap sebagai produk penjajahan
oleh para pendiri bangsa.
Sistem pemerintahan presidensial menjadi
sistem pemerintahan Republik Indonesia yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945. Ir.Soekarno dan Drs.Moh.Hatta dilantik menjadi Presiden dan
Wakil Presiden Republik Indonesia yang
pertama dan berdasarkan Aturan Peralihan
Pasal IV, sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan
Dewan Pertimbangan Agung dibentuk maka segala
kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional dengan
tujuan agar mencegah terkonsentrasinya kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden
serta membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam merumuskan arah kebijakan
pemerintah. Kabinet presidensial dilantik pada tanggal 2 September 1945 oleh
Presiden Soekarno.
Berdasarkan UUD 1945
Pasal IV Aturan Peralihan, 50 orang KNIP
kemudian mengeluarkan memorandum yang berisi : pertama, mendesak Presiden agar
menggunakan kekuasaan istimewanya untuk segera membentuk MPR dan kedua, sebelum
MPR terbentuk hendaknya anggota KNIP dianggap sebagai MPR. Atas desakan
tersebut, pada tanggal 16 Oktober 1945, Wakil Presiden mengeluarkan Maklumat
Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 yang berbunyi :
Komite
Nasional Pusat, sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat diserahi kekuatan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis
Besar Haluan Negara, serta menyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat
sehari-hari berhubungan dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja
yang dipilih diantara mereka yang bertanggungjawab kepada Komite Nasional
Pusat.
Materi maklumat
tersebut dimaksudkan untuk menindaklanjuti UUD 1945 Pasal IV Aturan Peralihan
yang memberi kekuasaan sangat besar kepada Presiden untuk melaksanakan tugas
dan wewenang tiga lembaga negara (MPR, DPR, DPA) sebelum ketiga lembaga negara
tersebut terbentuk menurut UUD. Dengan dikeluarkannya Maklumat ini kekuasaan
legislatif yang semula dipegang oleh Presiden dipegang oleh KNIP. Yang menjadi
dasar hukum dikeluarkannya Maklumat ini adalah Pasal 37 UUD 1945 jo Pasal IV
Aturan Peralihan UUD 1945. Pasal 37 menyatakan perubahan UUD dilakukan
oleh MPR tetapi karena MPR pada saat itu
belum terbentuk maka berdasar Pasal IV Aturan Peralihan, kekuasaan MPR dipegang
oleh Presiden bersama dengan Komite Nasional Pusat.
Dengan demikian syarat-syarat
tersebut telah dipenuhi dalam
mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden, meskipun yang mengumumkan wakil presiden namun beliau bertindak mewakil
lembaga kepresidenan. Apalagi Presiden Soekarno tidak pernah mempersoalkan
dikeluarkannya Maklumat tersebut.
Kekuasaan Presiden
mulai mengalami perubahan untuk kedua kalinya dengan dikeluarkannya Maklumat
Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 Tentang Susunan dan Pembentukan Kabinet II
yang menegaskan bahwa tanggung jawab ada di tangan menteri. Dengan dikeluarkannya
maklumat ini, terjadi perubahan sistem kabinet dalam UUD 1945 dari kabinet presidensial menjadi kabinet
parlementer. Isi Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 antara lain
menyatakan :
Pemerintah
Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian yang hebat dengan selamat,
dalam tingkatan pertama dari usahanya menegakkan diri, merasa bahwa saat
sekarang sudah tepat untuk menjalankan macam-
macam tindakan darurat guna menyempurnakan tata usaha negara kepada susunan
demokrasi yang terpenting dalam perubahan-perubahan susunan kabinet baru itu
ialah pertanggungjawaban adalah ditangan Menteri.
Maklumat ini kemudian
dikuatkan oleh KNIP dalam sidang ke III tanggal 25-27 Nopember dengan
membenarkan kebijakan Presiden tentang kedudukan Perdana Menteri dan anggota
kabinet bertanggungjawab kepada KNIP sebagai langkah yang tidak dilarang UUD
dan diperlukan dalam situasi sekarang.
Dengan adanya perubahan
tersebut lingkup kekuasaan Presiden juga
mengalami perubahan karena kepala pemerintahan berada ditangan Perdana Menteri
bersama anggota kabinet lainnya. Untuk menindaklanjuti Maklumat 14 Nopember 1945 ini, maka dibentuk kabinet
parlementer I dan menunjuk Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri. Namun kabinet
ini berhenti pada 12 Maret 1946 dikarenakan adanya oposisi yang kuat dan dari
lawan politiknya yaitu Persatuan Perjuangan, suatu koalisi partai-partai dan
golongan-golongan di luar Badan Pekerja atau Komite Nasional Pusat. Setelah itu
Kabinet Parlementer II dibentuk dengan Perdana Menteri yang sama, yaitu Sutan
Syahrir (periode 12 Maret 1946 sampai 2 Oktober 1946). Kekuasaan pemerintahan
pada masa ini diambil alih oleh Presiden Soekarno ketika terjadi penculikan
Perdana Menteri Sutan Syahrir oleh kelompok Persatuan Perjuangan.Kabinet terus dipimpin
oleh Presiden Soekarno sampai pada
tanggal 2 Oktober 1946 dan setelah Sutan
Syahrir dibebaskan, Presiden Soekarno menunjuknya sebagai formatur kabinet.
Pada tanggal 2 Oktober
1946 Kabinet Parlementer III dibentuk. Sutan Syahrir terpilih kembali menjadi
perdana menteri tetapi karena Sutan Syahrir tidak mampu menghadapi Amir
Syarifuddin dari Partai Sosialis Kiri, akhirnya Sutan Syahrir mengembalikan
mandat kepada Presiden Soekarno pada tanggal 3 Juli 1947. Akhirnya kekuasaan
diambil alih oleh presiden sampai terbentuknya Kabinet Parlementer yang
dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin. Namun kabinet ini tak lama kemudian kebinet ini di reshuffle
dan kabinet Parlementer ini dikenal dengan Kabinet Parlementer
dengan Perdsana Menteri Amir Syarifuddin periode II. Pada masa ini
keluar Maklumat Presiden No. 2 Tahun 1948 pada tanggal 23 Januari yang isinya
membubarkan kabinet Amir II. Pembubaran ini dikarenakan kegagalan Amir dalam perundingan Renville dan pada
tanggal itu juga presiden menunjuk Moh.Hatta (Wakil Presiden) sebagai formatur kabinet. Pada
tanggal 29 Januari 1948 akhirnya
terbentuklah kabinet baru yaitu kabinet Hatta (Hatta I) yang merupakan Kabinet
Presidensial. Pada tanggal 19 Desember 1948 sampai tanggal 13 Juli 1949,
kekuasaan pemerintahan dijalankan oleh Kabinet
darurat dengan Ketua/Perdana Menteri Mr.Syarifuddin Prawiranegara.
Kekuasaan diserahkan kembali setelah presiden dan wakil presiden kembali ke
Yogyakarta.
B. Sistem Pemerintahan Berdasarkan Undang-Undang
Dasar Sementara Tahun 1950
Dengan berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950) karakter sistem
pemerintahan berdasarkan UUDS 1950 dapat ditelusuri dari sejumlah aturan
berikut yaitu:
1. Pasal 1 Ayat (1) : Republik Indonesia
yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan
berbentuk kesatuan. Ayat (2) : Kedaulatan Republik Indonesia adalah ditangan
rakyat dan dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama
dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
2. Pasal 45 Ayat (1) : Presiden ialah
kepala negara. Ayat (2) : Dalam melaksanakan kewajibannya Presiden dibantu oleh
Seorang Wakil Presiden.
3. Pasal 50 : Presiden membentuk
kementerian-kementerian. Pasal 50 Ayat (1) : Presiden menunjuk seorang atau
beberapa orang pembentuk kabinet. Ayat
(2) : Sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet itu, presiden mengangkat seorang
perdana menteri dan mengangkat menteri-menteri yang lain.
4. Pasal 69 Ayat (1) : Dewan
Perwakilan Rakyat mempunyai hak
interplasi dan hak menanya. Ayat (2) : Menteri-menteri memberikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat, baik dengan lisan maupun dengan tertulis, segala penerangan yang dikehendaki menurut ayat yang
lalu dan yang pemberiannya dianggap
tidak berlawanan dengan kepentingan umum. 5. Pasal 83 Ayat (1) : Presiden dan
Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat. 6. Pasal 84 : Presiden berhak
membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. Keputusan Presiden yang menyatakan
pembubaran itu, memerintahkan pula untuk mengadakan pemilihan untuk mengadakan
pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat baru dalam 30 hari.
7. Pasal 87 : Presiden memberikan
tanda-tanda kehormatan yang diadakan dengan undang-undang.
8.
Pasal 189 : Kecuali apa yang ditentukan dalam pasal 14091 maka kekuasaan
perundang-undangan sesuai dengan
ketentuan bagian ini, dilakukan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan
Rakyat.Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 90 Ayat
(1) : Usul Pemerintah tentang
undang-undang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dengan amanat
Presiden. Ayat (2): Dewan Perwakilan Rakyat
berhak memajukan usul undang-undang kepada Pemerintah.
Konstitusi UUDS 1950 Pasal 140 :
1.
Segala
usul untuk mengubah Undang-Undang Dasar ini menunjuk dengan tegas perubahan yang diusulkan. Dengan undang-undang
dinyatakan bahwa untuk mengadakan perubahan sebagaimana diusulkan itu, ada
dasarnya.
2.
Usul
perubahan Undang-undang Dasar, yang telah dinyatakan dengan undang undang itu
oleh pemerintah dengan amanat Presiden disampaikan kepada suatu Badan bernama
Majelis Perubahan Undang-undang Dasar, yang terdiri dari Anggota-anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Sementara dan Anggota-anggota Komite Nasional Pusat yang
tidak menjadi Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara. Ketuadan
Wakil-Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sementara menjadi Ketua dan Wakil Ketua
Majelis Perubahan Undang-undang Dasar.
3.
Yang
ditetapkan dalam pasal 66, 72, 74, 75, 91, 92, dan 94 berlaku demikian juga
bagi Majelis Perubahan Undag-undang dasar.
4.
Pemerintah
harus dengan segera ,mengesahkan rancangan perubahan Undang-undang Dasar yang
telah diterima oleh Majelis Perubahan Undang-undang Dasar.
Berdasarkan ketentuan
tersebut, UUD Sementara 1950 menganut
sistem pemerintahan parlementer.
C.
Masa Berlaku Kembali UUD 1945 Melalui
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
1. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Penetapan
Kembali UUD 1945
Kembalinya negara Indonesia dari bentuk
federal menjadi negara kesatuan tentunya membutuhkan adanya Undang-Undang Dasar
untuk negara kesatuan tersebut. Keputusan yang diambil pada saat itu bahwa Undang-undang Dasar untuk
negara kesatuan Republik Indonesia akan dibuat secepatnya oleh sebuah
Konstituante setelah pembubaran Republik Indonesia Serikat. Dalam penantian
lahirnya Undang-undang Dasar Permanen yang sedang dibuat Konstituante tersebut
ditetapkanlah berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
Konstituante sebagai
pembentuk Undang-undang Dasar tersebut berdasarkan ketetentuan dalam UUD Sementara 1950, pada Bab V, Pasal
134-139. Pasal 134 UUD Sementara 1950 berbunyi
: Konstituante (sidang pembuat Undang-undang Dasar) bersama-sama dengan
pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-undang Dasar Republik
Indonesia yang akan menggantikan
Undang-undang Dasar Sementara ini. Dari ketentuan tersebut maka Undang-undang
Sementara berlaku hanya sementara waktu,
dan Konstituante memilki tugas untuk membuat Undang-undang Dasar yang berlaku
permanen. Tetapi setelah terjadi tanya jawab antara pemerintah dengan
Konstituante tentang amanat tersebut ternyata tidak membuahkan hasil.
Akhirnya karena
Konstituante gagal dalam merumuskan Undang-Undang Dasar, maka dengan
pertimbangan demi keselamatan negara dan bangsa, Presiden mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 melalui Keputusan
Presiden Nomor 150 Tahun 1959 menetapkan:
1. Pembubaran Konstituante
2. Berlakunya
kembali Undang-Undang Dasar 1945 bagi
segenap Bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan Dekrit ini, dan
tidak berlaku lagi Undang-Undang Dasar Sementara.
3.
Pembentukan Majelis Permusyawartan Rakyat Sementara dan Dewan
Pertimbangan Agung Sementara dalam waktu yang
sesingkat-simgkatnya.
Dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli
1959, maka saat itu pula kembali
berlaku Undang-Undang Dasar 1945
termasuk Aturan Peralihan. Konstituante dibubarkan sehingga untuk mengisi
kekosongan tugas-tugas legislatif, segera dibentuk Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara (MPRS) dengan Penetapan
Presiden Nomor 2 Tahun 1959 dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS)
dengan Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1959 yang didasarkan pada Pasal IV
Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan yang mendasar dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli adalah Perubahan sistem pemerintahan dari
sistem parlementer ke sistem presidensial.
D. Sistem Pemerintahan Menurut UUD 1945 Sebelum
Amandemen UUD 1945
Untuk mengetahui sistem
pemerintahan sebelum perubahan UUD 1945 dapat diketahui dengan menelusuri
pasal-pasal dan penjelasan UUD 1945 dalam bagian umum tentang pokok-pokok
sistem pemerintahan. Karakter sistem pemerintahan dapat dilihat dari :
1.
Pasal 1 Ayat (2) : Kedaulatan adalah di
tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. MPR ini menetapkan UUD dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. MPR
bertugas mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan wakil Kepala Negara (Wakil
Presiden).
2. Pasal 4 Ayat (1) : Presiden memegang
kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar. Ayat (2) : Dalam melakukan
kewajibannya Presiden di bantu oleh satu orang Wakil Presiden.
3.
Pasal 5 Ayat (1) : Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang
dengan persetujuan DPR. Ayat (2) : Presiden menetapkan peraturan pemerintah
untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. 4. Pasal 6 : Presiden dan
Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak.
5. Pasal 7 menentukan, Presiden dan Wakil Presiden
memegang jabatannya selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali.
6. Pasal 10 : Presiden memegang
kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Pasal 11 : Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.Pasal 12 : Presiden menyatakan keadaan bahaya.
7. Presiden tidak bertanggung jawab
kepada DPR. Disampingnya Presiden adalah DPR. Presiden harus mendapat
persetujuan DPR untuk membentuk undang-undang dan untuk menetapkan anggaran
pedapatan dan belanja negara.
8. Kedudukan DPR adalah kuat. DPR tidak
dapat dibubarkan oleh Presiden seperti halnya yang dilakukan dalam sistem
parlementer berdasarkan aturan yang termuat dalam UUD 1945.
Biasanya pada
negara-negara yang menggunakan sistem pemerintahan presidensial, selain menjadi
Kepala Pemerintahan, Presiden berfungsi
pula sebagai Kepala Negara.
Karakter
sistem pemerintahan parlementer dalam UUD 1945 dilihat dari 1. Pasal 1
ayat (2) dinyatakan bahwa Kedaulatan ada
ditangan rakyat, dan dilakukan oleh MPR. Dari ketentuan tersebut
dapat dikatakan UUD 1945 menganut sistem supremasi parlemen yang
merupakan karakter sistem pemerintahan parlementer karena sistem kedaulatan
rakyat dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
2. Pasal 6 Ayat (2) : Presiden dan Wakil
Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak. Dalam sistem presidensial
Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat atau badan
pemilih di Amerika Serikat. Pemilihan Presiden yang dipilih melalui badan
perwakilan (dalam hal ini MPR) merupakan karakter sistem pemerintahan
parlementer.
3. Presiden bertanggung jawab
kepada MPR. Dalam sistem pemerintahan
presidensial Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen tetapi bertanggung
jawab langsung kepada rakyat. Ketentuan pertanggung jawaban Presiden kepada MPR
dan bukan langsung kepada rakyat
merupakan karakter sistem pemerintahan parlementer.
4. Tidak adanya pemisahan kekuasaan
antara ekskutif dan legislatif secara tegas. Hal ini terlihat dari Pasal 5 Ayat
(2) yang menyatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang
dengan persetujuan DPR dan berkaitan dengan pasal tersebut yaitu Pasal 20 Ayat
(1) Tiap-tiap undang-undang mengkehendaki persetujuan DPR.
SIMPULAN
Banyak warga / masyarakat yang mengatakan bahwa Sistem
Pemerintahan Indonesia masuk dalam masa kegelapan sebelum amandemen UUD 45. Pernyataan
tersebut didasarkan pada beberapa kenyataan bahwa aplikasi pelaksanaan dari
pasal - pasal yang terdapat pada UUD 1945 banyak yang diselewengkan demi
kepentingan pribadi, politik, serta golongan. Selain itu, UUD 1945 yang dibuat
dalam waktu yang sangat singkat dianggap sudah tidak bisa bisa diterapkan pada
situasi dan kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini.
Sistem pemerintahan sebelum pelaksanaan amandemen
menyebutkan bahwa MPR merupakan lembaga tertinggi negara dan berperan sebagai
pemegang dan pelaksana dari kedaulatan rakyat. Ini terlihat bahwa kekuasaan MPR
sangat tidak terbatas. Apalagi dalam UUD 45 sebelum amandemen juga disebutkan
bahwa MPR berhak untuk mengubah Undang - Undang Dasar serta memberhentikan
presiden walaupun masih dalam masa jabatan bila presiden dianggap melanggar
haluan negara dan atau Undang Undang Dasar.
Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah
melakukan perubahan atau amandemen atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD 1945
menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, diharapkan dapat terbentuk
sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Amandemen atas UUD
1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000,
2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen itulah menjadi
pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia sekarang ini. Sebelum pelaksanaan
amandemen UUD 1945, disitu disebutkan bahwa presiden memiliki hak prerogatif
yang sangat besar. Karena selain memegang kekuasaan eksekutif, presiden juga
memegang kekuasaan legislatif serta yudikatif.
DAFTAR
PUSTAKA
Mahfud MD . Dasar &
Struktur Ketatanegaraan Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta 2001, hlm 98.
Amal,
Ichlasul. 2004. “ Sistem Pemerintahan
RI.” Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Mahfud
MD, Makalah : Kontroversi Perubahan
UUD 1945, http://www.mahfudmd.com/public/makalah/Makalah_3.pdf,
diakses pada 10 januari 2012
No comments:
Post a Comment